Dihadiri oleh 25 peserta dari Bangladesh, India, Mesir, Kashmir, Srilanka, Indonesia, Malaysia, dan Thailand, dua hari workshop yang mengangkat isu “Towards inclusive, prosperous local and global community, bertujuan memberikan ruang berpikir kritis bagi muslim dari berbagai latar belakang tentang peran strategis dalam merespon isu displacement, minority prosecution, dan sustainable peace. Hampir sebagian besar peserta yang hadir adalah wajah baru yang memiliki latar belakang pekerjaan beragam dan cara pandang keislaman yang beragam. Diselenggarakan di Training center AMAN di Nongchok Bangkok pada tanggal 30-31 July 2016, peserta dan sekaligus nara sumber diberikan waktu untuk memaparkan pekerjaan mereka pada tiga sesi utama dan ditutup dengan diskusi kelompok yang membahas rekomendasi program untuk AMAN ke depan. Workshop dua hari ini mengambil tema The Critical Issues and Challeges Faced by the Muslim World From Within and Beyond”
Karena pesawat delay dari London ke Abu Dhabi berdampak pada connecting flight ke Bangkok, maka saya ketinggalan sesi pagi hari, dimana Presiden AMAN memberikan keynote speech pada pembukaan workshop ini dengan mengambil tema “Causes and Effects of Extremism, Sectarianism and Islamophobia and WAys of Overcoming them Towards Building an Inclusive Society”.
Kemudian dlanjutkan dengan sesi-sesi workshop yang secara ringkas saya rangkumkan sebagai berikut
Sesi EU & Asian NGOs Responding to Refugees and Migrant Crisis
Manusia perahu. Begitu media menyebutkan gelombang pengungsi yang memasuki perbatasan berbagai negara di eropa. Sebut saja negara seperti Jerman, Yunani, Swedia, UK dan termasuk Indonesia dipaksa untuk menerima ribuan pengungsi yang menyelamatkan diri dari krisis perang atau konflik, dan mencari kehidupan yang baru. Achmad Von Denffer dari Helping Hand, sebuah lembaga humanitarian aids, menceritakan bahwa negara German sendiri juga sangat kewalahan menerima 1 juta orang dalam waktu 3 bulan. Meskipun relawan sudah dikerahkan untuk membantu pemerintah dalam menangani pengungsi, tetap belum semua tertangani dengan maksimal. Hafiza Elvira Nofitariani dari Dompet Duafa, salah satu lembaga filantropi Indonesia juga melakukan respon cepat terhadap gelombang pengungsi dari Rohingya yang diterima oleh pemerintah Aceh, melakukan sejumlah intervensi terkait dengan anak-anak dan komunitas. Fachrul Razi, anggota DPD RI dari Aceh, menekankan pentingnya penguatn diri anak-anak muda Aceh dalam berbagai skill. Rozi juga menceritakan kekuatan mentorship model yang pernah dilakukan pada dia dan dia tularkan pada anak-anak muda yang lainnya.
Sesi Prosecuted Communities in Asia: Response from Muslim Organization and Alliances
Ini merupakan sesi yang paling banyak nara sumbernya. Ada lima orang yang mempresentasikan bagaimana situasi minoritas di negaranya dan upaya institusi muslim melakukan upaya pembelaan. Dimulai dari Kashmir, Farzana Mumtaz seorang Jurnalis dari media memberikan gambaran komprehensif tentang perlakukan pemerintah India terhadap warga Kashmir yang berjuang untuk independen dengan cara-cara kekerasan. Ditambah dengan praktek budaya yang merugikan perempuan dimana sistem kasta, dowry, honor killing, dan cara pandang yang merendahkan pada perempuan, memperparah situasi perempuan Kasmir. Kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan di ruang publik menjadikan banyak perempuan kehilangan hak ecosoc mereka. Bahkan jumlah perempuan yang menjadi single mother karena suami hilang atau meninggal karena perang sangat tinggi. Nouran Nehady, dari Mesir memberikan gambaran tentang situasi di dalam mesir terkait dengan pergantian pemimpin yang juga membuka babak baru reformasi di beberapa negara arab. Sayangnya kekuatan masyarakat sipil tidak bisa mengendalikan “free rider” yang menggunakan agama untuk melakukan aksi ektrimisme. Meskipun tidak memberikan gambaran terhadap kelompok minoritas di Mesir, tetapi dinamika politik di mesir dipaparkan dengan singkat.
Presentasi dari Indonesia yang diwakili oleh Ruby Khalifah memberikan gambaran tiga hal yaitu fakta tentang Indonesia yang memiliki wajah intoleransi, Mengapa intoleransi muncul dan Bagaimana lembaga-lembaga muslim merespon isu minoritas. Mengambil contoh prosekusi Shia di Sampang, Ruby memaparkan beberapa data penting terkait dengan tingkat intoleransi di Indonesia dengan hasil penelitian LaKIP tentang persepsi intoleran diantara mahasiswa UIN dan dosen, juga terbukti ada 19 Pesantren di Indoensia yang terang-terangan menyebarkan ekstrimisme. Tingginya angka pelanggaran freedom of religion yang dilaporkan oleh Setara Institute, dan existnya 389 discriminatory by law yang dilaporkan oleh KOMNAS Perempuan merupakan bukti bahwa cara pandang intoleran begitu kuat berkembang. Bukan saja karena penegakan hukum yang lemah, tetapi juga ruang berpikir kritis semakin menciut. Masyarakat semakin yakin dengan cara berpikir binari dan gampang menghakimi. Ruby juga memberikan gambaran sederet advokasi dilakukan oleh AMAN Indonesia sendiri maupun dengan Aliansi; dari intervensi langsung ke korban, membangun berbagai aliansi taktis dan strategis, melakukan lobby ke kantor presiden atau ke pejabat catatan sipil untuk mengeluarkan dokumen kependudukan.
Presentasi selanjutnya memotret tentang kondisi prosekusi minoritas di Srilanka justru terjadi setelah diberikan kemerdekaan.
Sesi Challenges of Building Inclusive Society in the Midst of Shirking Democratic Space, Increasing Corruption and Corruption and Authoritarian Governance
Rakyat tidak memiliki kekuasaan dalam sistem demokrasi. Tetapi perwakilan yang ditunjuk melalui pemilulah yang sebenarnya memiliki power. Realitasnya, partai politik yang sesungguhnya memiliki power karena keputusan individu partai tentu saja harus sesuai dengan keputusan partai. Jadi sistem demokrasi mungkin pula tidak sepenuhnya memberikan
Tantangan dan Pembelajaran
Sebagai lembaga muslim yang memiliki platform progresif, AMAN mengalami beberapa tantangan dalam menyelenggarakan workshop-workshop terbuka seperti ini diantaranya adalah:
- Keragaman perspektif peserta dalam memahami ajaran Islam (konservatif, moderat dan progresif) menuntut ruang lebih besar untuk melakukan debat teologi yang itu memakan energi karena persepsi seseorang terhadap otorisasi seseorang bicara tentang teologi berbeda satu dengan yang lain. jika orang indonesia cukup mengakui orang berilmu utnuk memberikan argumentasi teologi, tetapi tidak dengan orang Srilanka mungkin yang menuntut lahirnya sebuah Fatwah baru percaya. Ini mungkin tidak terlalu strategis untuk membicarakan agenda internal AMAN.
- Kompilasi pengalaman dari berbagai organisasi Muslim yang bergerak pada berbagai isu sangat baik untuk memberikan inspirasi satu dengan yang lain, dan alangkah lebih baiknya jika bisa berakhir dengan sebuah kolaborasi yang lebih konkrit untuk memperkuat agenda global dimana muslim mengalami krisis kemanusiaan
- Pembelajaran; Pekerjaan Rumah menurunkan platform baru AMAN sebagai gerakan harus dilakukan dengan lebih strategis dan sistematis karena kejelasan dalam menurunkan platform AMAN sebagai gerakan akan mewarnai jenis aktifitas AMAN lima tahun ke depan. Kehadiran council secara penuh dan orang-orang yang menjadi focal point AMAN sangat penting karena mreka yang akan menurunkan AMAN dalam bentuk aksi konkrit.
Rekomendasi
Ada beberapa rekomendasi yang diharapkan AMAN bisa melakukan di masa depan adalah;
- Melakukan reorientasi program yang lebih mengarah pada advokasi ditingkat nasional dan global, dengan mengambil isu-isu yang sedang menjadi perhatian dunia yaitu Deradicalization, Displacement, pemberdayaan perempuan, Peacebuilding, HAM, dan sebagainya. Reorientasi ini penting dilakukan di tingkat regional agar kekuatan menggerakkan basis AMAN di negara-negara di Asia bisa terjadi
- Memperkuat keberadaan riset sebagai base-line untuk mengambil keputusan strategis melakuakn intervensi lebih luas lagi, khususnya advokasi kebijakan baik ditingkat regional maupun
- Mempromosikan festival budaya untuk memperkuat rasa memiliki sebuah komunitas, termasuk keberadaan muslim di dalam fesitval budaya tersebut
- Memfasiltasi dan membangun inovasi berbasis technology untuk memperomosikan Islam dengan perspektif yang terbuka
- Membangun peer to peer leadership learning (pembelajaran sebaya kepemimpinan) perempuan muslim di Asia sebagai terobosan baru untuk mempercepat transformasi kepemimpinan perempuan di komunitas muslim di Asia
***
No comments:
Post a Comment