36 perwakilan perempuan petani, buruh rumahan, pekerja rumah tangga, buruh gendong, aktifis perdamaian dan pembela HAM perempuan dan anak diterima oleh Menteri Dalam Negeri, Cahyo Kumolo pada siang jam 13.30 WIB di kantornya hari ini, 9 November 2015. Para perempuan yang tergabung dalam Jambore Perempuan, mewakili Aceh, Sumatera Utara (Deli Serdang), Sumatera Selatan (Palembang, Ogan Ilir), Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat (Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Pangandaran, Bandung, Cianjur, Cirebon), Jawa Tengah (Semarang, Magelang, Demak, Salatiga, Grobogan), Jawa Timur (Lamongan, Sumenep, Probolinggo, Malang, Kab. Malang, Madura), DI Yogyakarta (Kota Yogyakarta, Gunung Kidul), Sulawesi Selatan (Makassar. Tujuan menemui Menteri Dalam Negeri adalah untuk membeberkan fakta-fakta lapangan tentang situasi perempuan di berbagai sektor informal, kekerasan terhadap perempuan akibat pemberlakuan hukum syariah di Aceh, dan kondisi pluralisme Indonesia yang tergerus dengan penyebaran fundamentalisme dan berdampak pada akses layanan publik perempuan minoritas dan anak-anaknya. Pertemuan dengan Mendagri adalah puncak dari acara Jambore Perempuan.

Women belonging to national, linguistic, ethnic and religious minorities, living in Indonesia. Since the beginning of state building, Indonesia has known as plural and multi cultural country where more then 300 ethnics groups living coexisting in the islands of Indonesia. These groups are legally recognized by state and should not be discriminated or subjected to violence because of their religious or ethnic identities
Showing posts with label Perda Diskrimatif. Show all posts
Showing posts with label Perda Diskrimatif. Show all posts
Wednesday, November 11, 2015
Konstitusi, Perempuan dan Hukum Diskriminatif
Subscribe to:
Posts (Atom)