Banyak orang meragukan konsep Public Private Partnership (PPP). Pertama, karena PPP mengindikasikan sesuatu yang mustahil, dimana tujuan dari private sektor dan publik sektor jelas-jelas bertolak belakang, bak kutub utara dan selatan. Private sektor dianggap berorientasi pada profit semata, sementara sektor publik berorientasi pada pelayanan pada masyarakat. Yang kedua, tidak ada yang bisa menjamin apakah private sector bener-bener tulus dalam menyejahterakan masyarakat. Kekhawatiran lain terhadap konsep PPP adalah munculnya "profit-driven" dimana Sektor Private menitikberatkan pada keuntungan semata, sehingga ini sangat ditakutkan dapat mengurangi esensi dari pelayanan publik yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Berbagaimanapun kekhawatiran tentang PPP, tentu saja memiliki alasan yang kuat. Tulisan ini bertujuan memberikan contoh bagaimana bentuk konkrit PPP diterapkan di masyarakat. Melalui Asia Development Fellows Program yang digagas oleh The Asia Foundation, dimana 10 Fellows yang terpilih diberikan kesempatan untuk mematangkan ketrampilan dan pengetahuan Leadership di Lee Kuan Yu School of Public Policy pada tanggal 4-8 April 2014, kemudian dilanjutkan belajar praktek terbaik di Philipina, dimana Propinsi Bohol menjadi salah satu tempat tujuan selama study visit.
Bertemu langsung dengan Pak Gubernur Bohol, Edgar M. Chatto, di rumah dinasnya di Kota Tagbilaran pada tanggal 11 April 2014, kami belajar bagaimana PPP diterapkan dengan sederhana dan berbuah manis. 6 bulan pasca gempa bumi berkekuatan 7,2 skala richter dalam kedalaman 20 miles, yang menghancurkan propinsi Bohol, menjadi test case dari sebuah kerjasama yang baik antara pemerintah Propinsi Bohol dengan sektor private di tingkat propinsi. Gubernur Chatto sangat jelas membeberkan peran pemerintah, sektor private dan juga CSOs, bukan saja peran sosialnya, tetapi juga berbagi tanggungjawab memberikan dukungan pendanaan pada proses pemulihan dan rehabilitasi Bohol.
Pemerintah Bohol secara tegas memfokuskan dukungan pada perbaikan jalan dan jembatan yang rusak. Ini karena dua infrastruktur ini adalah kunci mobilitas warga Bohol, sehingga ini menjadi prioritas pemerintah dalam memulihkan kondisi Bohol. Walhasil, pada saat kunjungan saya ke Bohol, saya cukup terkejut melihat bahwa hampir semua infrastruktur jalan dan jembatan yang menghubungkan antar pulau sudah bisa dioperasionalkan. Saya penasaran sekali dengan motivasi sektor private dalam mendukung program pemerintah. Karena tidak mendapatkan kesempatan untuk berdialog dengan private sektor, maka saya mencuri tahu dengan menanyakan langsung pada Reyna C. Deloso, gadis cantik yang setia menemani perjalanan kita selama di Bohol tentang perspektif dia sebagai bagian dari sektor private untuk menolong masyarakat yang terkena musibah dan dia menjawab, "Private sector benefits if the community is peaceful and safe. It is in such state that business thrives, service delivery is easy and accessible. Thus the community becomes more livable".
Ini sebuah transformasi. Saya jadi ingat pada trend pendekatan private sektor dalam dinamika perdebatan di Post 2015 Development Agenda, dimana rights-based approach dipakai oleh Sektor Private sebagai pendekatan untuk mensukseskan bisnis. Jika pemerintah dan private sektor memberikan perhatian pada infrastruktur seperti jalan dan jembatan, lantas dimana peran CSO? Mereka terkordinasikan di dalam kerja-kerja rehabilitasi dan pycho social, termasuk juga diarahkan untuk memperbaiki rumah penduduk yang rusak dan upaya memberdayakan masyarakat.
Apakah ini benar-benar sebuah contoh yang baik tentang PPP, tentu saya tidak bisa memastikan karena kunjungan ke Bohol Island hanya 1 hari dan itupun begitu padat. Tetapi, perjumpaan langsung dengan para survivor yaitu komunitas sekolah SMA yang hancur luluh. Dari cara para guru menyemangati para murid dengan menggunakan kata "padayung" (move on) bukan "bangun" (bangkit) sangat kelihatan bahwa semangat yang disebarkan oleh pemimpinan di Bohol, begitu kuat terinternalisasi dalam diri setiap warga. Harmonisnya hubungan pemerintah dan private sector begitu terasa dalam perjamuan informal di Rumah Dinas Pak Gubernur Bohol. Beliau adalah Jokowi-nya Philipina. Beruntung saya bisa bertemu langsung dan berbincang tentang model pembangunan di Bohol dimana Bali dijadikan model utama dengan memberikan ornamen penting pada pelestarian alam, karena mereka tidak memiliki kekuatan budaya seperti Bali. ***
No comments:
Post a Comment